Harus Baca! Pelukan Yang Mengantar Ke Akhir
Angin malam Danau Barat berbisik lirih, serupa ratapan yang tertahan. Di teras paviliun kayu, Xiulan terhuyung. Gaun sutra putihnya berkibar liar, bagai sayap yang patah. Di hadapannya, berdiri Li Wei, gagah seperti dulu, namun matanya remuk redam, dipenuhi kesadaran yang terlalu pahit.
"Xiulan..." Suaranya serak, seolah berkarat oleh penyesalan. Lima tahun. Lima tahun dia membiarkan ambisi dan tahta merenggut cintanya, menjauhkannya dari perempuan yang seharusnya dilindunginya. Lima tahun dia menikahi Putri Agung demi kekuasaan, sementara Xiulan, dengan hati yang hancur, menikahi saudaranya yang sakit-sakitan.
"Jangan sebut namaku." Suara Xiulan tajam, bagai pecahan kaca yang melukai. "Kau... telah merenggut segalanya."
Li Wei melangkah maju, tangannya terulur ragu. "Aku... aku tidak tahu... aku tidak tahu akan sesakit ini."
Xiulan tertawa getir. Tawa yang lebih terdengar seperti tangisan yang dipendam. "Kau tidak tahu? Kau kira, apa yang kurasakan selama ini? Menontonmu dari kejauhan, duduk di singgasana yang seharusnya menjadi milik kita... BERDUSTA pada diriku sendiri bahwa aku bahagia?!"
Air mata mengalir deras di pipinya. Ia berusaha menghapus jejaknya, malu karena masih ada rasa sakit, masih ada cinta yang tersisa di hatinya yang terluka.
Li Wei menjatuhkan diri berlutut. "Maafkan aku, Xiulan. Maafkan aku... aku bersumpah, aku akan melakukan apa pun untuk menebusnya."
Xiulan menatapnya dengan dingin. Tidak ada ampun di matanya, hanya kehampaan yang mengerikan. Ia melangkah mendekat, lalu mengangkat tangannya. Bukan untuk menampar, bukan untuk mendorongnya menjauh, melainkan untuk memeluknya.
Pelukan itu kuat, erat, seolah ingin menyatukan kembali dua jiwa yang terpisah. Li Wei membalasnya dengan erat, mencium rambutnya, mencium aroma yang selama ini menghantuinya. Di pelukan itu, waktu seolah berhenti. Semua penyesalan, semua luka, semua ambisi, sirna dalam satu dekapan.
Namun, di balik pelukan yang tampak penuh cinta itu, ada sesuatu yang dingin dan mematikan. Sebuah jarum perak, tersembunyi di lipatan gaun Xiulan, perlahan menembus punggung Li Wei. Racun paling mematikan dari Lembah Bayangan mengalir dalam nadinya.
Li Wei terbatuk. Darah segar membasahi bahu Xiulan.
"Kenapa...?" Bisiknya lemah.
Xiulan melepaskan pelukannya. Matanya berkilat dingin. "Kau pikir aku akan memaafkanmu? Setelah semua yang kau lakukan? Kau merebut kebahagiaanku, Li Wei. Sekarang, giliranmu merasakan kehilangan."
Li Wei terhuyung mundur, memegangi dadanya. Kesadarannya perlahan menghilang. Di matanya, ia melihat refleksi Xiulan, berdiri tegak dengan wajah tanpa ekspresi. Angin malam semakin kencang, menghembuskan kata-kata terakhir Xiulan ke telinganya.
"Selamat tinggal, Li Wei. Semoga kau beristirahat dengan tenang di Neraka yang telah kau ciptakan."
Li Wei ambruk. Xiulan berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan mayat kekasihnya di teras paviliun. Takdir memang kejam. Putri Agung, istri Li Wei, ditemukan tewas di kamarnya pagi itu. Sebuah surat wasiat ditemukan, menyatakan bahwa Putri Agung mengakui pengkhianatan suaminya dan memilih mengakhiri hidupnya karena patah hati. Kerajaan gempar. Takhta lowong. Hanya Xiulan yang tahu kebenaran yang sesungguhnya. Racun yang sama, dosis yang berbeda.
Cinta yang dikhianati melahirkan dendam yang abadi, namun mungkinkah, di balik semuanya, masih ada setitik harapan untuk rekonsiliasi di kehidupan selanjutnya?
You Might Also Like: Rahasia Dibalik Mimpi Menyelamatkan